Untukmu
yang telah pergi meninggalkan raganya, panggilan yang tak seorang pun tahu
kapan ia mampir tanpa pamrih mengajak pergi dari dunia ini. Selamat jalan kawan,
jiwamu tak pernah mati dan doa kami selalu menyertaimu.
Senyum di jumat pagi ini tidak kusangka adalah senyuman
terakhirnya. Awalnya biasa saja, kita hanya bermain, bermain futsal seperti
minggu-minggu sebelumnya, untuk menghilangkan penat dari ujian yang
menggerayangi otak ini dan membuat lelah.
Semuanya itu dimulai pada
jam 08.00 pagi di lapangan YPKP,
lapangan yang kini menjadi sebuah memoriam bagi kami tentang seseorang. Daimul
Kami bertigabelas jika saya tidak salah hitung, seluruhnya bermain
bergantian lima lawan lima, selamat bagi yang jago dan bisa menggolkan dua kali
kegawang musuhnya dan dia akan tetap bermain. Jam menunjukkan pukul 08.30
ketika dia masih saja menjadi penjaga gawang walau berbeda tim, kami bermain
seperti biasa, ya seperti biasa, tidak ada tanda-tanda pucat dan sesuatu yang
menjelaskan alasan kenapa seseorang bisa dikatakan tidak sehat, hingga tiba
saat seorang memanggilnya untuk diganti oleh yang lain, langkahnya ke luar
lapangan itu menjadi langkahnya yang terakhir....
Kakiknya sudah tak kuasa menahan bobot badan yang tidak terkontrol,
sempoyongan, benturan cukup keras mengenai wajah depan ia pun jatuh ke depan.
Geraknya seperti seseorang yang tersandung batu, atau anak kecil yang baru
belajar berjalan dan jatuh.
Suasana panik, mendadak kami bersama membopongnya ke arah luar
lapangan memikirkan klinik rumah sakit, atau yang lainnya, tempat apapun yang
bisa menolong teman kami yang sedang berada diantara hidup dan mati.
Dua menit berselang ketika ada seseorang pengunjung lapangan
tersebut menawarkan mobilnya untuk siap membawa teman kami, tak terpikirkan
sebuah tempat pun yang bisa saya tuju selain rumah sakit terdekat dari situ, RS
Santo Yusuf, karena sudah habis kesabaran saya dengan lagak penjaga parkir yang
tidak tahu arti kata “darurat”.
Setelah membaringkannya di tengah kursi mobil terlentang, semua
sirkulasi udara mobil dibuka, semoga angin ini angin baik, sabarlah kawan
bertahanlah, kita akan berusaha untuk mencari bantuan ... kataku dalam hati
Double lampu sen mobil saya tekan dengan gemetar, alunan tangan tak
karuan keluar dari jendela untuk memberhentikan mobil yang lalu lalang
kulakukan, saya hanya ingin dunia ini berhenti sesaat selain mobil ini. Berhentilah
!!!
Lima menit berselang, setelah kami bertiga sampai di RS Santo
Yusuf, UGD UGD !!! PA DARURAT !!! lima satpam bergegas mencarikan pendorong
khusus dan mengeluarkannya dari mobil, bergegas sampai ke dalam ruang, dengan
nafas yang kembang kempis mencari siapapun didalam ruang itu,
Dok, tolong teman kami mendadak pingsan ketika bermain futsal, dia
main sekitar setengah jam, lalu sempoyongan dan jatuh, mulutnya mengeluarkan
busa. Berbagai penjelasan kulontarkan untuk mencoba membantu sang dokter untuk
mengambil sikap, sekarang kita serahkan padamu dok, sebagai penyambung
takdir-Nya.
Secepatnya ruang operasi dibuka, alat kejut dan kabel yang
terhubung di dadanya, disamping petugas
rumah sakit menanyakan pertanyaan-pertanyaan Anda siapa? Saya temannya,
keluarganya ada? Nomor telp yang bisa dihubungi? ... Saya pun berdiri
disampingnya hanya memandang dan berharap dengan segenap doa, tapi itu hanya beberapa menit saja, operasi
pun selesai dan dengan hempaan nafas dan tatapan yang tajam.
Maaf, teman anda sudah tidak ada ... ini seperti kasus alm adji
masaid, ini serangan jantung mendadak. Seringkali terjadi ketika olahraga.
...................................
...................................
..................................
Aku pun terdiam .... dengan kucuran air mata tak percaya, aku hanya
ingin menyahadatkanmu untuk terakhir kawan, berdiri disamping raganya yang tak
berjiwa sekarang.
Tak lama berselang, teman-teman yang tadi bermain bersama sampai ke
RS, Insan yang pertama, yang sibuk mencarikan nomor telepon keluarganya dan
bantuan teman yang lain, hingga kakaknya datang untuk memastikan keresahan, sebuah
realitas yang harus diterima bahwa adiknya telah wafat.
Lalu ibunya pun datang dengan mencoba untuk bersabar dan ikhlas,
mengingat senyum anaknya yang telah membiru dan menjadi kaku. Terisak tangis yang mendalam sambil mengelus ngelus terus kakiknya, aku pun ingin
memeluknya, andaikan aku perempuan.
“Padahal tanggal dua empat kemarin dia baru saja berulang tahun”,
dari percakapan saya dengan sang ibu, almarhum adalah sosok yang sholeh, baik
dan selalu ceria. Kenapa kamu tidak pamit nak ... ibunya terus menangis tersedu ..
Akhirnya sambil menunggu jemputan saudaranya, kami pun berdoa untuk
terakhir kalinya di ruang jenazah,
menyalami tangannya dan mencoba membesarkan hati sang ibu yang telah
membesarkan teman kami ini, maaf bu ini mungkin takdir tapi kami telanjur larut
dalam ikhtiarnya.
Sebagian tinggal dan menemani sang ibu, dan sebagian dari kami
pergi ke masjid untuk minta kepada imam untuk disolat ghoibkan, maaf teman,
hanya doa yang bisa kami lakukan untuk sekarang. Mungkin jiwamu telah tiada
tapi namamu akan selalu menjadi bagian
dari memoriam hidup kami sekalian, juga sebagai pengingat ........ bahwa hidup ini sangat rapuh.
0 komentar:
Posting Komentar